Senin, 10 November 2025

KAKI

Pagi itu, disaat langit masih gelap, seperti biasanya, Bubu dan Ayah pergi berolah raga di lapangan sepakbola di ujung kampung. Hujan lebat semalam sukses membuat lapangan yang terawat itu membentuk kubangan-kubangan air di beberapa titik. Rumput dan tanah yang masih basah oleh hujan, ditambah embun pagi yang segar tak mengurangi semangat sepasang sejoli setengah baya tersebut. 

"Rupanya kemarin rumpuntya habis di potong, Yah." Kata Bubu menunjuk ke arah potongan rumput yang berserakan. Ayah dan Bubu segera memulai aktifitas rutin mereka. berjalan mengelilingi lapangan sebanyak tiga kali putaran, ditambah satu kali putaran lari untuk Bubu dan dua kaliputaran lari untuk ayah.

Dengan bertelanjang kaki, mereka berdua menikmati belaian rumput yang terkadang kaku menusuk kulit, tetapi di beberapa bagian lapangan, tumbuh lebat dan lebut terasa di kaki. Putongan-potongan rumput yang basahpun mengiasi kaki mereka berdua. Bubu selalu menekuk celananya yang panjang agartidak basah atau kotor oleh rumput. Sesekali mereka melewati genangan air. Bukannya menghindar, mereka dengan sengaja menginjakkan kaki dengan keras sehingga genangan air hujan tersebut memercik dan mengotori celana. Sungguh kegiatan yang menyenangkan.

Cukup tigapuluh menit mereka berolah raga. Mereka kembali ke pinggir lapangan menuju sepeda motor yang mereka tinggalkan disana. Sambik memakai helm, Ayah mengingatkan Bubu, "Nanas-nya sudah habis, Bu."

"Oh, iya." Bubu teringat. 

"Kita ke pasar dulu ya yah? Sekalian Bubu mau beli kerupuk."

Ayah mengangguk. Segera mereka meneggndarai motor berplat merah milik pemerintah yang dipercayakan kepada Ayah menuju ke pasar tradisional. Sesampainya dipasar, Ayah menghentikan motornya di depan lapak buah. Bubu segera turun dan memilih buah nanas yang akan diolah oleh Ayah. 

Lapak buah itu adalah milik sepasang suami istri. Mereka berjualan dari pukul 2 atau 3 dinihari sampai dengan pukul 6 pagi, setelah para petugas pasar mengumumkan bahwa shift pagi sudah berakhir.

Saat sedang asyik memilih buah nanas, si Bapak pemilik lapak tiba-tiba menyapa, "Habis olah raga ya Bu?

"Iya," jawab Bubu

"Di alun-alun, Bu?"

"Mboten, di lapangan. Pripun, Pak?"

"Niku lo, kok samparane gopak suket sedaya."

"Oh, nggih. Lapangannya habis dipotong rumputnya." Jawab Bubu sambil membayar harga nanasnya.

Setelah selesai bertransaksi, Bubu pun menghampiri Ayah dan menyerahkan kresek berisi dua buah nanas agar di gantungkan di motor.

"Ngapain tadi si Bapak?" tanya Ayah terlihat tidak suka.

"Yang mana?" tanya Bubu bingung.

"Ngapain si Bapak lihat-lihat kaki Bubu?" Jelas Ayah.

"Oh, Bapak penjuall buah tadi tanya, habis olah raga? di alun-alun? Aku jawab di lapangan." Kata Bubu menjelaska.

"Dasar mata laki-laki tidak bisa lihat kaki putih saja!"

Selasa, 14 Oktober 2025

The Band


Band legend itu akan melakukan konser di Semarang. Wow! Siapa pun yang pernah muda pastilah ingin hadir dan menyanyi bersama band legend mereka. Begitupun aku.
Aku ingin berada disana dan meluapkan semua emosi bersama lagu yang pernah memenuhi hati dan otakku, yang mengiringi setiap kisah remaja dewasaku.

But do you know what I do to get the ticket? Nothing. 

Aku bukanlah seorang pejuang yang akan mempertaruhkan hidupku untuk sesuatu yang 'hanya lewat'.

So, you know, I am not a big fan of it.

Sampai suatu saat aku melihat postingan status seorang teman. Terlihat dua utas strap bertulis premium dan VVIP. 

Iseng, aku menuliskan komentar, "War tiket, nih."
Tak lama, diapun menjawab, "Tapi belum di acc pak Su, Bund.. (emot nangis)"
"BTW, ada sisa tiket gak?"
"Mau Bund?"
"Bentar, tak ijin Pak Su dulu," jawabku agak ragu.

Akupun mendekati suamiku yang sedang asyik nonton youtube tentang seorang nenek dermawan di china yang mengolah apapun yang ada di sekelilingnya menjadi makanan yang terlihat sedap dan membagikannya kepada tetangga-tetangganya.

"Yah.." rayuku.
"Hm.." jawabnya.
"Bunda Dwi mo ngajak nonton the legend band.." Kataku pelan. Aku berhenti sejenak.
"Ayah mau nggak, nonton sama Bubu?"
"Dan ngelihatin Bubu, terika-teriak kesetanan ngelihat vokalisnya gitu?" Jawabnya diluar dugaanku. Biasanya dia sih OK saja dengan apa mauku. Aku kaget.
"Dimana harga diri ayah, melihat istrinya mengagumi laki-laki lain?"
Eh...
Die cemburu...


Sang Imam


Belakangan ini Bubu menderita setengah mati. Beberapa hari yang lalu, Bubu dan teman-temannya pergi anjangsana, menjenguk seorang teman yang sakit. Bubu yang tidak terbiasa mengendarai sepeda motor, dengan tidak sengaja menekan telapak kakinya sendiri. Alhasil, nyeri yang teramah sangat dirasakan, sampai-sampai, Bubu kesulitan melakukan gerakan duduk iftirasy, atau duduk diantara dua sujud.

Akibatnya, Bubu tidak pergi ke musholla untuk sholat jama'ah. Bubu harus pasrah sholat sendirian dirumah. Sendiri. Betapa sedinmya. Berapa banyak pahala yang terlewat dengan shalat sendiri.

Tapi, Allah maha mengetahui. Kaki Bubu sakit. Tidak elok rasanya memperlihatkan kesakitannya kepada para jamaah yang sudah berumur tetapi sangat sehat dengan gerkan-gerakan sholatnya.

Hingga suatu malam, seseorang bertamu cukup lama. Dia datang setelah Maghrib dan pulang pukul 8 malam. Tentu saja Ayah melewatkan sholat berjama'ah di musholla. Dan akhirnya, Ayah dan Bubu sholat berjamaah dirumah.

"Yah..," sapa Bubu pelen.

"Iya, Bu. Ada apa?" Jawab Ayah.

"Nanti sholatnya, saat duduk iftirasy, agak pelan ya? Kaki Bubu sakit." kata Bubu menjelaskan.

"Kalau begitu, Bubu saja yang jadi imamnya." Kata ayah.

Bubu bengong. Tidak menyangka jawaban Ayah.

"Kan Ayah yang laki-laki. Mana boleh Bubu yang perempuan ini jadi imamnya laki-laki?' protes Bubu.

"Mana ada makmum mengatur imam?' jawab Ayah santai.

***

Siang ini, Bubu pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Seperti biasa, Ayah dengan setia menjemput Bubu disekolah.

Sebelum pulang tadi, Bubu sudah mampir ke warung membeli sayur asam dan pindang goreng, tak lupa sambelnya. Warung didepan sekolah memang favirit ibu-ibu guru yang 'terpaksa' meninggalkan profesi mereka sebagai chef karena harus mengabdikan diri mendidik generasi penerus bangsa menuju Indonesia Emas 2035.

Sampai dirumah, Bubu meletakkan plastik pembungkus lauk yang dieblinya di atas meja. Kemudian Bubu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengambil air wudhu. Sudah menjadi kebiasaan Ayah dan Bubu, begitu sampai dirumah, mereka mendahulukan sholat ebelum mengerjakan hal yang lainnya.

Ayah masuk kamar setelah Bubu memakai mukena. Ayah segera mengawali sholat dengan takbiratul ikhram dan Bubu mengikutinya dengan khikmad.

Selesai sholat, Bubu mencium tangan Ayah.

"Tadi gimana? sholatnya sudah betul?" tanya Ayah.

"Salah!" kata Bubu sambil bersungut-sungut.

"Apa yang salah?" Tanya ayah tanpa rasa bersalah.

"Kaki Bubu kan sakit, harusnya waktu duduk Iftirasy, duduknya lama. Bubu kan musti ngatur kaki dulu biar nggak sakit."

"Lha Ayah kan bingung. Waktu duduk Iftirasy itu, di lama-in atau di cepet-in? Tadi Ayah sampe ngelirik Bubu lho. Bubu kayak kesulitan duduk, makanya Ayah cepet-in."

"Itu Bubu baru ngatur duduk, Ayah. Ya emang sakit, makanya pelan-pelan." Bubu meringis menahan tangis.

Kamis, 06 Februari 2025

PETANI YANG DIBURU IBLIS

I was doing searching something in my files, and found it.
Wow.
It's increadible.
Good job, Caca.

KAKI

Pagi itu, disaat langit masih gelap, seperti biasanya, Bubu dan Ayah pergi berolah raga di lapangan sepakbola di ujung kampung. Hujan lebat ...